SWAJIWANITA; Antara Semangat Perjuangan, Cinta dan Kesetiaan


Antara Semangat Perjuangan, Cinta dan Kesetiaan
Kontribusi Seniman Muda sebagai Angin Segar Seni Pertunjukan di Kota Malang.

Gedung Kesenian Gajayana diramaikan oleh ratusan penonton pada Sabtu malam, (05/05/2018). Penonton berdatangan silih berganti dari berbagai asal. Ada yang dari kalangan pelajar, seniman, sejarahwan, dan masyarakat umum. Antusiame begitu terasa sejak memasuki gedung yang beralamat di Jl. Nusakambangan No. 19 Malang ini.

Sesaat kemudian pemandu acara membacakan sinopsis cerita yang menjadi pembuka pertunjukan Swajiwanita ini. Pertunjukan yang disutradarai oleh Eka Wijayanti ini, diawali dengan munculnya sosok Mbok Teguh, ibu dari Hamid Rusdi.Kemudian terdengar derap langkah kaki pengibar bendera yang disusul dengan musik opening dengan nuansa patriotik yang diaransemen oleh Noerman Rizky Alfarozy. Ya, pertunjukan ini mengangkat kisah Hamid Rusdi yang merupakan pahlawan asli Malang. Kisah kepahlawanan dikemas dengan apik meskipun tanpa adegan peperangan atau baku hantam. Sebagai gantinya, koreografer pertunjukan ini yaitu Sandhidea Cahyo Narpati mentransformasikan spirit perjuangan dan kisah romansa dalam bentuk tarian yang berakar dari tari Jawa Timuran.

Sisi lain yang unik dari pertunjukan ini adalah adanya sentuhan Bahasa Walikan atau Osob Kiwalan. Pada awal adegan juga diceritakan, tentang bagaimana akhirnya para pejuang membuat strategi untuk menjaga kerahasiaan infomasi dengan menggunakan osob kiwalan, dengan tujuan agar pembicaraan dan informasi mereka tidak diketahui oleh mata-mata Belanda yang berasal dari penduduk pribumi.

Pertunjukan yang berdurasi 120 menit ini berhasil membuat penonton menikmati dengan berbagai perasaan. Degup jantung yang syahdu akan jiwa patriotik, romantisme yang mendayu kala adegan cinta Hamid Rusdi dan Siti Fatimah, tawa menggelegar saat lawakan dimainkan,  sampai luruh pilu saat Siti Fatimah meratapi kepergian Hamid Rusdi.

Tokoh Hamid Rusdi sendiri diperankan oleh Mohammad Helmi Nur Fikri atau yang akrab disapa Fiki. Berperan menjadi Hamid Rusdi merupakan tantangan tersendiri baginya.

“Saya awalnya merasa kurang yakin, namun setelah mempelajari kisah, biografi, dan juga informasi mengenai beliau, saya menjadi termotivasi dan terus berusaha mendalami karakter beliau.” Ujar Fiki. Ketika ditanya mengenai kesulitan, Fiki menuturkan bahwa kesulitan terbesar untuk mendalami karakter adalah pada kurangnya literasi mengenai Hamid Rusdi, hingga ia pun berkungjung ke perpustakaan Museum Brawijaya Malang, dan menemukan buku Biografi Hamid Rusdi.

“Setelah membaca biografi beliau, saya sungguh takjub dengan perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan demi mempertahankan bumi Malang. Selain itu, beliau dan rekan-rekannya juga sangat cerdas, dengan menggunakan osob kiwalan untuk merahasiakan informasi. Ini sangat menarik bagi saya”

Sutradara sekaligus pengembang program, Eka Wijayanti menuturkan bahwa pertunjukan ini terlaksana atas Bantuan Fasilitasi Kegitan Kesenian tahun 2018 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Acara ini juga didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, Unilever Indonesia, serta  Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang.

Eka Wijayanti sebagai salah satu pegiat seni di Kota Malang menggagas sebuah bentuk pertunjukan yang kolaboratif dengan melibatkan beberapa lintas disiplin seni.

“Kami mengajak beberapa komunitas seni dan seniman untuk bergabung, dengan tujuan agar seni bisa dinikmati oleh semua kalangan, tidak terbatas pada penggiat seni saja, atau kelompok cabang seni tertentu, tapi lebih kepada seluruh masyarakat secara luas.”

Langkah yang ditempuh ini kemudian berhasil mendatangkan penonton dari antar lintas disiplin seni yang  didominasi oleh pelajar dan seniman muda. “Memang kami juga ingin menguatkan jejaring pegiat seni di Kota Malang, sebab nanti kita lah yang harus meneruskan langkah pengembangan seni dan budaya di daerah masing-masing, jadi saya rasa jejaring kita harus kuat dan berkelanjutan,” sambung Eka.

You Might Also Like

1 comments

  1. Saya malah tertarik pada tulisan lensa teater. Menurut ruhnya sebuah ulasan setidaknya mencakup: orientasi, tafsiran, evalusi dan opini. Jadi tulisan ini apakah sampe trah sebuah ulasan ataukah reportase?

    ReplyDelete