KEHADIRAN TEATER DI RUANG PUBLIK


Lensa Teater - Diskusi bertajuk “Diantara 2 Ruang, Sastra Dan Teater”, menghadirkan Agus Noor dan Dadang Ari Murtono sebagai narasumber dipandu moderator Reza Naufa. Diskusi tersebut digelar dalam rangkaian Malang Sejuta Buku pada senin (08/10/18) bertempat di Taman Krida Budaya, Soekarno-Hatta, Malang.
Hasrat manusia untuk berkumpul, bertemu, menjadi topik pembuka yang sampaikan Agus Noor malam itu. Hasrat tersebut salah satunya dapat terwadahi dengan adanya pertunjukan teater. Hal tersebut juga salah satunya yang menjadikan pertujukan ludruk dan ketoprak sebagai bagian penting dalam masyaraat komunal waktu itu. Sayangnya, menurut penulis naskah hakim sarimin tersebut, hari ini suasana berkumpul yang estetis seperti itu hilang.
Penulis yang juga akrab disapa pangeran kunang-kunang itu menegaskan bahwa peluang untuk menghadirkan suasana berkumpul yang estetis itu menjadi penting. Karena di situlah kita bisa membangun suatu ruang publik yang komunikatif dan mengasyikkan lewat teater. Disitu biasanya kita bisa merefleksikan banyak hal yang kita alami, kita kita rasakan, dan ingin kita ungkapkan, biasanya terwakili dalam pertunjukan. Salah satu ciri khas teter di banyak dunia dan sejarah, dia adalah bagian penting dari suatu komunitas kebudayaan yang mengartikulasikan dan mengekspresikan persoalan-persoalan di lingkungan sosialnya. Karena itulah teater selalu kontekstual, bahkan di zaman yunani sampai sekarang.
Dalam banyak pertunjukan yang ia sutradarai atau ia tuliskan naskahnya, ia melihat animo penonton yang besar. Dan motif kehadiran mereka untuk menonton pertunjukan itu salah satuya adalah
Karena hal-hal yang ingin mereka ungkapkan dan mereka nyatakan ternyata bisa diwakili lewat pertunjukan. “Dan itu tidak mungkin saya dapatkan di sinetron, di televisi, atau di ruang publik-ruang publik lain. Nah itu salah satu peran penting dalam teater.” Ungkap Agus Noor sambil menirukan penontonnya.
Ketika menyinggung kaitan antara sastra dan teater ia menjelaskan dalam dekade 80-an terjadi perubahan dalam hubungan antara sastra dan teater. Kala itu banyak gerakan yang dilakukan oleh seniman teater yang menolak hegemoni teks. Mereka bergerak mengeksplorasi tubuh dan meninggalkan teks-lakon. Sementara teks lakon juga masih banyak diproduksi, hanya saja untuk lomba-lomba. ia tak mampu memenuhi hasrat ekplorasi dalam pementasan. Sejak saat itu kemudian keduanya seolah berjalan sendiri-sendiri.
Hubungan antara sastra dan teater dapat dibangun kembali dengan melakukan pertunjukan-pertunjukan yang memakai teks-teks sastra yang ada sebagai bahan untuk lakon yang akan dipentaskan. Sebab banyak karya sastra yang dihasilkan oleh penulis kita yang teatrikal, teks yang dramatik. Sehingga sangat memungkinkan untuk menyajikannya dalam bentuk pertunjukan teater.

You Might Also Like

0 comments