MENYOAL SPIRITUALITAS, PENGENALAN AKU, DAN KESADARAN DI ATAS PANGGUNG


Lensa Teater - Kamis, 12 Januari 2017 menjadi pertemuan pertama program Kamateatra Sinau yang digagas oleh Kamateatra Art Project. Tujuannya adalah untuk memberikan wadah untuk saling berbagi wacana keilmuan tentang hal-hal yang dekat dengan kebutuhan pertunjukan di sekitar tempat bergiatnya. Pada gelarannya yang pertama, yakni Kamateatra Sinau #1, diinisiasilah untuk membantu menjawab kebutuhan pertunjukan Teater Komunitas yang sedang mengupayakan proses pentasnya di dua bulan ke depan dengan mengangkat spiritualitas. Maka diadakanlah pertemuan malam itu dengan menghadirkan para pegiat Malang Indogo dan Radiasi Tenaga Dalam sebagai pemantik isu tersebut.
20.00 WIB dengan kondisi yang masih hujan sejak siang, mereka mengawali pembicaraan soal kesadaran pengendalian napas untuk pengontrolan energi. Seringkali dalam kehidupan sehari-hari kita menarik napas panjang beberapa saat ketika berada dalam suasana tegang atau grogi. Harapannya adalah tarikan-tarikan napas tersebut akan membantu menenangkan kondisi psikis kita. Ternyata saat kita betul-betul sadar akan sirkulasi pernapasan kita dan menggunakannya setepat mungkin dapat mengontrol kondisi psikologis kita.
Dalam ranah spiritual sendiri dikenal bahwa manusia memiliki 7 titik psikolobus atau yang biasa kita kenal dengan istilah chakra. Psikolobus tiap manusia bisa jadi berkembang atau menonjol di beberapa saja. Tujuh psikolobus ini merupakan pusat-pusat energi dalam tubuh kita yang bisa diolah dan memengaruri kelenjar hormon dan pada akhirnya berpengaruh pada kondisi psikis. Sedang tujuan dari pengolahan atau pengendaliannya adalah untuk keseimbangan kesehatan fisik, psikis, bahkan spiritual. Maka ketujuhnya bisa berkembang secara seimbang.
Nah, apa yang harus dilakukan untuk pengendaliannya? DI bumi ini ada berbagai macam cara yang bisa ditempuh sesuai dengan kebutuhan dan kepercayaan masing-masing. Ada yang kerap melakukannya dengan yoga, berdzikir, olah fisik, hingga meditasi. Maka pencapaiannya tentu bergantung dari kebiasaan pola yang dilakukan. Sebagai contoh, orang yang kerap berolah raga maka psikolobus bawahnya (di bagian dasar dan tantian) yang lebih dominan. Atau orang yang kerap berdzikir bisa jadi psikolobus bagian atasnya (ajna atau mahkota) yang lebih dominan.
Tujuh psikolobus itu sendiri dibagi menjadi tiga titik. Yang pertama adalah di bagian bawah, meliputi psikolobus (1) dasar, yang ada di tulang ekor, dan (2) tantian, yang ada di organ seks. Titik ini menjadi sumber power atau kekuatan. Yang kedua adalah di bagian tengah, meliputi psikolobus (1) solar plexus, yang letaknya di ulu hati, dan (2) jantung. Titik ini mengendalikan sensitivitas. Dan yang ketiga adalah di bagian atas, meliputi (1) tenggorok, (2) ajna, yang letaknya di antara dua alis, dan (3) mahkota, yang letaknya di ubun-ubun. Titik ini menjadi sumber kontrol diri.
Ketika ketujuhnya diaktifkan maka akan muncul medan yang menyelubungi tubuh, yang sering kita sebut dengan aura. Aura ini dapat memancarkan warna sesuai dengan dominasi psikolobus diri, yang juga dapat memberikan radiasi kecil hingga besar menjangkau semesta. Jangkauannya ketika disadari akan memengaruhi lingkungan di sekitar orang tersebut. Atau bisa jadi sebaliknya, energi pada lingkungan yang memengaruhi dirinya. Dipercaya bahwa setiap benda mampu memancarkan energi, bahkan dengan kata-kata. Bahkan dengan kita yang mampu mengambil energi dari alam dapat memutar “daun-daun psikolobus” dalam diri yang bisa menimbulkan energi baru.
Salah satu faktor ekstern yang memengaruhi energi seseorang adalah makanan. Itulah sebabnya ada orang yang memang gemar lebih memilih kacang-kacangan, sayur, atau tidak makan daging sama sekali untuk kesehatannya, yang pada akhirnya berpengaruh pada energinya. Dalam sebah penelitian tentang kanker sendiri dipercaya bahwa seseorang yang menderita kanker pada dasarnya kekurangan vitamin B12 dan dapat diatasi dengan memakan biji-bijian yang mengandung vitamin tersebut.
Pada akhirnya muara dari pengendalian energi diri adalah untuk ranah spiritual. Namun sebelum menuju ke sana memang harus dikenali dulu bagian-bagian psikolobus atau untuk pengenalan diri. Mengenali diri pada hakikatnya adalah bagaimana kita bisa mengendalikan gejolak dalam diri lalu mengontrolnya. Caranya adalah dengan mengamati napas. Celakanya, ada beberapa orang yang mengaku atau menganggap telah mengenali dirinya sendiri. Bisa jadi persepsinya adalah salah, atau dalam arti dia belum berada di titik pengenalan diri. Karena sarana untuk mengenali diri sangat kompleks. Prosesnya bisa terjadi seumur hidup. Dan muara pengenalan diri tersebut adalah mengenali hakikat Tuhan dalam diri. Dalam mistik kejawen  dikenal dengan istilah Manunggaling kawula Gusti.
Lalu siapakah aku? Siapakah kamu? Dalam pandangan fisika kuantum, tubuh kita ini adalah sekumpulan dari beberapa materi yang ada di dalam alam semesta, mulai dari organ tubuh menjadi sel, dari sel menjadi partikel, dari partikel menuju molekul, dan berujung pada atom. Kita mengetahui bahwa atom adalah ruang hampa. Berarti bisa ditarik kesimpulan bahwa manusia ini adalah 99% ruang hampa. Jadi sebenarnya siapakah kita ini? Mengapa ada pikiran, emosi, keinginan, atau ego yang mengendalikan tubuh kita? Lebih lanjut lagi, untuk apa kita hidup? Sebuah istilah yang terlampau sering kita dengar adalah, “Kenalilah dirimu, maka akan kau kenali Tuhanmu.”
Berbicara tentang spiritual berarti berbicara tentang sebuah proses yang terjadi mulai dari kita diciptakan hingga kembali ke Sang Pencipta. Ujungnya bukanlah seberapa soleh seseorang, namun upaya untuk mengenali dan memahami diri yang tiada habisnya. Proses spiritual sendiri bisa dikatakan sebagai proses pemurnian diri. Atau diibaratkan dengan kita membuang atau mengupas sampah-sampah dalam diri. Dalam kebudayaan Jawa sendiri diyakini bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk mencari keselamatan dan ketenteraman.
Tentang mengenali diri juga kita kenal dalam pertunjukan. Di antaranya saat kita melakukan olah napas di pemanasan atau sepanjang pertunjukan. Pun saat kita melakukan meditasi sebelum proses. Kita berada dalam posisi menetralkan diri dari hal-hal yang mengganggu fisik dan psikis. Hal-hal tersebut bisa jadi berupa kelelahan fisik hingga pikiran yang masih tersita persoalan tertentu. Dengan mengontrol pernapasan dan memusatkan konsentrasi pada diri, maka kontrol diri dapat dilakukan.
Setiap langkah atau kedip yang dilakukan di atas panggung pun pada hakikatnya tidak boleh terlepas dari kontrol diri. Aktor harus sadar sepenuhnya dengan apa yang ia ucapkan, mengapa melangkah ke sana, mengapa menggerakkan ini, dan lain sebagainya. Kuncinya adalah menjaga kesadaran. Atau bagaimana saat kita menjaga kesadaran diri dan yang dilakukan lawan bermain, maka fokus pertunjukan masih akan terjaga.
Jadi tidak benar saat orang kerap mengotak-ngotakkan batasan antara seni bermain peran dengan spiritualitas. Ada orang yang bahkan anti dengan pembicaraan atau hal-hal yang berbau spiritualitas. Atau menganggap bahwa spiritualitas hanya berhubungan dengan kesalehan. Saat kita menyadari sepenuhnya tentang diri kita kapan saja, di situlah spiritualitas berjalan.
Malang, 13 Januari 2017
_____
Sumber: https://elydakrara.wordpress.com/2017/01/13/menyoal-spiritual-pengenalan-aku-dan-kesadaran-di-atas-panggung/
Sumber gambar: http://media.yogajournal.com/wp-content/uploads/Compassion_278_01_FNL.jpg


You Might Also Like

0 comments