MENYOAL SPIRITUALITAS, PENGENALAN AKU, DAN KESADARAN DI ATAS PANGGUNG
- 4:32:00 PM
- By Lensa Teater
- 0 Comments
Lensa Teater - Kamis,
12 Januari 2017 menjadi pertemuan pertama program Kamateatra Sinau yang
digagas oleh Kamateatra Art Project. Tujuannya adalah untuk memberikan wadah
untuk saling berbagi wacana keilmuan tentang hal-hal yang dekat dengan
kebutuhan pertunjukan di sekitar tempat bergiatnya. Pada gelarannya yang
pertama, yakni Kamateatra Sinau #1, diinisiasilah
untuk membantu menjawab kebutuhan pertunjukan Teater Komunitas yang sedang
mengupayakan proses pentasnya di dua bulan ke depan dengan mengangkat
spiritualitas. Maka diadakanlah pertemuan malam itu dengan menghadirkan para
pegiat Malang Indogo dan Radiasi Tenaga Dalam sebagai pemantik isu tersebut.
20.00 WIB dengan
kondisi yang masih hujan sejak siang, mereka mengawali pembicaraan soal
kesadaran pengendalian napas untuk pengontrolan energi. Seringkali dalam
kehidupan sehari-hari kita menarik napas panjang beberapa saat ketika berada
dalam suasana tegang atau grogi. Harapannya adalah tarikan-tarikan napas
tersebut akan membantu menenangkan kondisi psikis kita. Ternyata saat kita
betul-betul sadar akan sirkulasi pernapasan kita dan menggunakannya setepat
mungkin dapat mengontrol kondisi psikologis kita.
Dalam
ranah spiritual sendiri dikenal bahwa manusia memiliki 7 titik psikolobus atau
yang biasa kita kenal dengan istilah chakra. Psikolobus
tiap manusia bisa jadi berkembang atau menonjol di beberapa saja. Tujuh
psikolobus ini merupakan pusat-pusat energi dalam tubuh kita yang bisa diolah
dan memengaruri kelenjar hormon dan pada akhirnya berpengaruh pada kondisi
psikis. Sedang tujuan dari pengolahan atau pengendaliannya adalah untuk
keseimbangan kesehatan fisik, psikis, bahkan spiritual. Maka ketujuhnya bisa
berkembang secara seimbang.
Nah, apa yang harus
dilakukan untuk pengendaliannya? DI bumi ini ada berbagai macam cara yang bisa
ditempuh sesuai dengan kebutuhan dan kepercayaan masing-masing. Ada yang kerap
melakukannya dengan yoga, berdzikir, olah fisik, hingga meditasi. Maka
pencapaiannya tentu bergantung dari kebiasaan pola yang dilakukan. Sebagai
contoh, orang yang kerap berolah raga maka psikolobus bawahnya (di bagian dasar
dan tantian) yang lebih dominan. Atau orang yang kerap berdzikir bisa jadi psikolobus
bagian atasnya (ajna atau mahkota) yang lebih dominan.
Tujuh
psikolobus itu sendiri dibagi menjadi tiga titik. Yang pertama adalah di bagian
bawah, meliputi psikolobus (1) dasar, yang ada di tulang ekor, dan (2) tantian,
yang ada di organ seks. Titik ini menjadi sumber power atau
kekuatan. Yang kedua adalah di bagian tengah, meliputi psikolobus (1) solar plexus, yang
letaknya di ulu hati, dan (2) jantung. Titik ini mengendalikan sensitivitas.
Dan yang ketiga adalah di bagian atas, meliputi (1) tenggorok, (2) ajna, yang
letaknya di antara dua alis, dan (3) mahkota, yang letaknya di ubun-ubun. Titik
ini menjadi sumber kontrol diri.
Ketika ketujuhnya
diaktifkan maka akan muncul medan yang menyelubungi tubuh, yang sering kita
sebut dengan aura. Aura ini dapat memancarkan warna sesuai dengan dominasi
psikolobus diri, yang juga dapat memberikan radiasi kecil hingga besar
menjangkau semesta. Jangkauannya ketika disadari akan memengaruhi lingkungan di
sekitar orang tersebut. Atau bisa jadi sebaliknya, energi pada lingkungan yang
memengaruhi dirinya. Dipercaya bahwa setiap benda mampu memancarkan energi,
bahkan dengan kata-kata. Bahkan dengan kita yang mampu mengambil energi dari
alam dapat memutar “daun-daun psikolobus” dalam diri yang bisa menimbulkan energi
baru.
Salah satu faktor
ekstern yang memengaruhi energi seseorang adalah makanan. Itulah sebabnya ada
orang yang memang gemar lebih memilih kacang-kacangan, sayur, atau tidak makan
daging sama sekali untuk kesehatannya, yang pada akhirnya berpengaruh pada
energinya. Dalam sebah penelitian tentang kanker sendiri dipercaya bahwa
seseorang yang menderita kanker pada dasarnya kekurangan vitamin B12 dan dapat
diatasi dengan memakan biji-bijian yang mengandung vitamin tersebut.
Pada
akhirnya muara dari pengendalian energi diri adalah untuk ranah spiritual.
Namun sebelum menuju ke sana memang harus dikenali dulu bagian-bagian
psikolobus atau untuk pengenalan diri. Mengenali diri pada hakikatnya adalah
bagaimana kita bisa mengendalikan gejolak dalam diri lalu mengontrolnya.
Caranya adalah dengan mengamati napas. Celakanya, ada beberapa orang yang
mengaku atau menganggap telah mengenali dirinya sendiri. Bisa jadi persepsinya
adalah salah, atau dalam arti dia belum berada di titik pengenalan diri. Karena
sarana untuk mengenali diri sangat kompleks. Prosesnya bisa terjadi seumur
hidup. Dan muara pengenalan diri tersebut adalah mengenali hakikat Tuhan dalam
diri. Dalam mistik kejawen dikenal dengan
istilah Manunggaling kawula Gusti.
Lalu siapakah aku?
Siapakah kamu? Dalam pandangan fisika kuantum, tubuh kita ini adalah sekumpulan
dari beberapa materi yang ada di dalam alam semesta, mulai dari organ tubuh
menjadi sel, dari sel menjadi partikel, dari partikel menuju molekul, dan
berujung pada atom. Kita mengetahui bahwa atom adalah ruang hampa. Berarti bisa
ditarik kesimpulan bahwa manusia ini adalah 99% ruang hampa. Jadi sebenarnya
siapakah kita ini? Mengapa ada pikiran, emosi, keinginan, atau ego yang
mengendalikan tubuh kita? Lebih lanjut lagi, untuk apa kita hidup? Sebuah
istilah yang terlampau sering kita dengar adalah, “Kenalilah dirimu, maka akan
kau kenali Tuhanmu.”
Berbicara tentang
spiritual berarti berbicara tentang sebuah proses yang terjadi mulai dari kita
diciptakan hingga kembali ke Sang Pencipta. Ujungnya bukanlah seberapa soleh
seseorang, namun upaya untuk mengenali dan memahami diri yang tiada habisnya.
Proses spiritual sendiri bisa dikatakan sebagai proses pemurnian diri. Atau
diibaratkan dengan kita membuang atau mengupas sampah-sampah dalam diri. Dalam
kebudayaan Jawa sendiri diyakini bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk
mencari keselamatan dan ketenteraman.
Tentang mengenali
diri juga kita kenal dalam pertunjukan. Di antaranya saat kita melakukan olah
napas di pemanasan atau sepanjang pertunjukan. Pun saat kita melakukan meditasi
sebelum proses. Kita berada dalam posisi menetralkan diri dari hal-hal yang
mengganggu fisik dan psikis. Hal-hal tersebut bisa jadi berupa kelelahan fisik
hingga pikiran yang masih tersita persoalan tertentu. Dengan mengontrol
pernapasan dan memusatkan konsentrasi pada diri, maka kontrol diri dapat
dilakukan.
Setiap langkah atau
kedip yang dilakukan di atas panggung pun pada hakikatnya tidak boleh terlepas
dari kontrol diri. Aktor harus sadar sepenuhnya dengan apa yang ia ucapkan,
mengapa melangkah ke sana, mengapa menggerakkan ini, dan lain sebagainya.
Kuncinya adalah menjaga kesadaran. Atau bagaimana saat kita menjaga kesadaran
diri dan yang dilakukan lawan bermain, maka fokus pertunjukan masih akan
terjaga.
Jadi tidak benar saat
orang kerap mengotak-ngotakkan batasan antara seni bermain peran dengan
spiritualitas. Ada orang yang bahkan anti dengan pembicaraan atau hal-hal yang
berbau spiritualitas. Atau menganggap bahwa spiritualitas hanya berhubungan
dengan kesalehan. Saat kita menyadari sepenuhnya tentang diri kita kapan saja,
di situlah spiritualitas berjalan.
Malang, 13 Januari 2017
_____
Sumber: https://elydakrara.wordpress.com/2017/01/13/menyoal-spiritual-pengenalan-aku-dan-kesadaran-di-atas-panggung/
Sumber
gambar: http://media.yogajournal.com/wp-content/uploads/Compassion_278_01_FNL.jpg
0 comments