BERTEATER SAMBIL MELESTARIKAN PERMAINAN TRADISIONAL

Foto Teater Embun SMK N 3 Malang

Lensa Teater–Seni Teater tidak boleh jauh dari sekolah. Spirit inilah yang menggema di Gedung Laboratorium Drama Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM), kemarin (27/10). Sebanyak 17 SMA dan SMK dari berbagai daerah di Jawa Timur adu tangkas berteater.

Mengangkat tema Permainan Tradisional Dalam Seni Pertunjukan, perlombaan teater ini berbeda dengan biasanya. Lantaran semua peserta wajib menampilkan permainan tradisional mereka dalam pementasan teater. Ini jugalah yang dilakukan Teater Grigi dari MAN 2 Tulungagung. Disela-sela pertunjukan, teater ini memainkan peta umpet.

Leo Zainy, salah seorang juri mengatakan, perlombaan yang masuk dalam kegiatan bulan bahasa ini diharapkan memberi dampak pada kelestarian permainan tradisional.”Kita berusaha membangun karakter anak-anak melestarikan permainan tradisional lewat seni pertunjukan,” kata pria yang juga Dosen Sastra di Universitas Negeri Malang (UM) ini.

Dalam perlombaan tersebut, siswa menulis sendiri naskah yang akan dipentaskan. Dengan begitu kata Leo, giat menulis naskah juga menjadi latihan siswa yang aktif dalam dunia teater.”Selain hanya bermain di pementasan, siswa juga harus bisa menulis,” imbuhnya.

Dhohir Herlianto, salah seorang juri mengatakan perkembangan dunia teater masih lamban. Dari 17 sekolah yang berlomba, Malang memang menjadi kota yang mengirim banyak peserta saat ini. Meski begitu, persaingan dalam lomba tersebut antar sekolah dinilai mempunyai kompetensi yang sama.

Meski begitu, giat siswa dari Kota Malang yang menggeluti dunia teater masih mendominasi. Menurut dia, Kota Malang bisa menjadi jujukan dunia teater  tingkat regional.”Sebagian pertunjukan dari sekolah Malang sudah cukup bagus,” kata pria yang akrab disapa Sindu ini.

Dengan perlombaan semacam ini, menurut dia pegiat teater khususnya siswa diharapkan banyak belajar dari sejarah.”Seperti  ada yang memainkan petak umpet, mereka harus tahu sejarahnya agar menghayati peran,” tandasnya.

Sindu menambahkan, pendidikan karakter dalam dunia  teater harus diajarkan pelatih. Dengan belajar dari sejarah dan tokoh peran, jiwa keaktoran para pementas sedikit banyak akan memberi dampak karakter yang dimainkan.”ini bukan lagi soal nikmat tidaknya penonton menyaksikan pementasan. Ini soal intelektualitas aktor bermain peran,” pungkasnya.(jaf/riq)

Sumber: Radar Malang/Fajrus Shiddiq

You Might Also Like

0 comments