­
­

MANAJEMEN TEATER "PROFESIONAL BERBASIS KEKELUARGAAN"


Lensa Teater - Tulisan ini saya tujukan untuk para mahasiswa yang sedang meraba-raba manajemen produksi dalam teater.
Tulisan ini saya awali dengan perkataan Nano Riantiarno "Jika teater kehilangan daya tarik dan di tinggalkan penonton maka yang patut disalahkan adalah orang teater. Bukan para penonton, juga bukan masyarakat kesenian ataupun masyarakat umum."
Mengapa seperti itu itu? Karena daya tarik teater datang dari orang teater dan dicipta oleh orang teater sendiri. Penonton hanya menonton, menikmati lalu menyerap dengan mata, rasa dan hati kemudian mencaci maki atau memuji, atau menghargai dan membagi.
Ada tiga kekuatan dalam teater agar keberlangsungan teater terus terjaga dengan baik. Yang pertama pekerja teater (seniman), yang kedua tempat (ruang terbuka atau tertutup), yang terakhir atau yang ketiga ialah komunitas penikmat (penonton).
Tiga kekuatan teater tersebut harus dikelola dengan baik atau bahasa kerennya di menej dengan baik.
Sudah kita ketahui bersama manajemen dalam teater terbagi menjadi dua bagian: manajemen artistik dan manajemen non artistik (manajemen produksi).
Ada banyak pola dalam mengelola sebuah teater ada pola manajemen profesional yang dilakukan oleh teater teater kelas dunia, ada pola manajemen semi profesional yang dilakukan oleh teater-teater berkembang di Indonesia, dan ada pola manajemen amatir yang dilakukan oleh teater-teater kampus dan teater-teater pelajar di Indonesia.
Dari pola manajemen yang digunakan oleh teater kampus dan teater pelajar di Indonesia. Timbul banyak permasalahan dan persoalan yang bertahun-tahun tidak pernah terpecahkan. Seperti pasca produksi sebuah teater pasti merugi, anggota teater harus mengeluarkan isi kantong lebih dalam lagi untuk menutupi kebutuhan priduksi bahkan sampai ada anggota teater yang menggadaikan laptop, BPKB, dan sepeda motornya juga di gadaikan untuk menutupi kebutuhan produksi teater.
Dari sekelumit permasalahan itu kalau saya perhatikan penyebab terjadinya permasalahan ialah masalah etos kerja kerja anggota teater. itu terjadi karena anggota teater tidak dibekali rasa profesionalitas dalam bekerja, dan permasalahan yang kedua banyaknya pemakluman antar anggota teater karena rasa kekeluargaan yang terbentuk dalam teater.
Dari dua penyebab tersebut di atas beberapa tahun lalu saya bersama teman-teman sanggar sempat merumuskan pola manajemen teater yang profesional tapi tetap berlandaskan kekeluargaan. Akan tetapi setelah itu kami kelabakan sendiri dengan pola itu karena kami selalu bertabrakan dengan profesional dan kekeluargaan. Kami juga menglami kemandeg kan sikap karena tidak menemukan contoh untuk menetapkan pola tersebut.
Beberapa hari yang lalu dirumah saya ada tasyakuran seribu hari meninggalnya nenek saya. Rumah saya berada di tempat yang sangat pelosok, sehingga rasa kekeluargaan, sensitifitas sangat kental terasa disini.
Dari tasyakkuran seribu hari disini saya melihat ada dua tim: tim pertama yang menyiapkan persiapan tahlil (Kalau di dalam manajemen teater bisa kita sebut tim artistik). Tim yang kedua tim yang mempersiapkan kebutuhan tahlil seperti konsumsi, berkat dll (bisa kita sebut tim manajemen non artistik dalam teater).
Yang membuat saya takjub dari dua tim ini bekerjanya sangat profesional mulai dari pemilihan masing-masing anggota. Saya ambil contoh pemilihan anggota pemilihan anggota tim yang mempersiapkan kebutuhan tahlil, ketua produksi atau tuan rumah alias ibu saya benar-benar jeli memilih anggotanya. Di datangi satu persatu anggota yang diinginkan tentunya dengan landasan kebutuhan yg diperlukan. (Contoh: masakan apa yg ingin di suguhkan dipilihlah anggota yg benar-benar ahli di bidang masakan itu) hmmm keren kan.
Dari anggota pilihan-pilihan kedua tim etos kerjanya sangat luar biasa menakjubkan. Mereka bekerja sesuai jobdes yg sudah di tentukan dan pantang berhenti sebelum selesai, bahkan kalau pekerjaannya sendiri sudah selesai tanpa di minta la langsung membantu pekerjaan anggota yang lain. Hebatnya lagi saya tidak mendengar keluhan sedikitpun dari semua orang walaupun tampak begitu lelah wajah meraka (tentunya ini berbeda jauh  etos kerja mahasiswa dan pelajar saat ini yang banyak mengeluhnya dari pada kerjanya ups alamaak keceplosan...hihihi). Ada lagi tim publikasi yang ditunjuk untuk mendatangkan peserta tahlil, hanya cukup satu kali perintah untuk mendatangkan hampir seratus orang pentahlil.
Kehebatan dari tim tasyakuran ini tidak hanya dari etos kerja. Perencanaan dana, bentuk kegiatan, sasaran kegitan sudah terencana dengan matang. Yang lebih unik lagi para tetangga yang tau ada tasyakkuran di rumah saya berbondong-bondong datang membawa gula, beras dll tujuanya untuk meringankan beben tuan rumah dan nampaknya hal itu sudah menjadi budaya disini (andai kekeluargaan antar teater bisa se erat ini).
sangat profesianal dan begitu berkeluarga sikap persiapan tasyakkuran 1000 hari nenek saya. mungkin itu saja yang dapat saya tuliskan. Kehebatan manajemen orang-orang kampung yang semoga dapat ditiru oleh orang teater.
Perlu di ketahui juga orang kampung yang saya ceritakan tadi tidak ada yang lulus SD. Masak sih teman-teman mahasiswa tidak bisa memproduksi lebih baik dari mereka.
Semoga tulisan ini bermanfaat.

Nasihin alias Athenk N Noor
Rarai, 16 September 2016
Penulis adalah Pendiri, Pemimpin Umum & Sutradara Teater Tumbuh - Malang























You Might Also Like

0 comments