KAMI MERAYAKANMU, BANG!


Acil menikah siang ini. Saya menghubungi istri dan beberapa sahabatnya untuk bertanya tentang sosok Acil di mata mereka. Tulisan ini saya buat untuk merayakan kebahagiaan ini.

Lensa Teater - Acil, sosok seniman yang kerap mengambil peran sebagai orang di balik layar atas pertunjukan-pertunjukan teater Malang itu, hari Minggu (9/9/18) ini mengambil peran di atas panggung sebagai tokoh utama. Ia menjadi pemeran utama dalam panggung kebahagiaannya bersama kekasih tercinta, Purnama Sari. Mereka melangsungkan akad pernikahannya pada Jumat (7/9/18) lalu di Lamongan, tanah kelahiran Acil.

Acil memang berbeda dengan rata-rata orang. Setidaknya dalam dunia teater. Ketika kebanyakan orang berbondong-bondong masuk ke dunia teater karena ingin menjadi aktor yang andal. Acil justru mengambil peran di balik layar dengan menggarap artistik panggung, utamanya tata cahaya dan ruang dalam pertunjukan teater.

“Lighting is the angel of the show.” Kalimat yang terpasang dalam box dimmer manual 10 channel itu masih mengendap dalam ingatan saya. Bersama dimmer itulah sosok yang punya nama lengkap Ahmad Misdad itu mewarnai pertunjukan teater Malang. Proses yang ia tekuni itu kini mengantarkannya menjadi salah satu tokoh teater yang diperhitungkan. Selain menggarap tata cahaya panggung teater, lambat laun ia juga menggarap tata artistik tari, musik, dan beberapa gelaran kesenian yang lain.

Acil mengawali proses berteater sejak SMA. Tahun 2006 ia tercatat sebagai anggota Teater Mata di Madrasah Aliyah Tarbiyatut Tholabah Kranji, Paciran, Lamongan. Dorongan untuk masuk ke dunia teater datang dari orang tuanya yang dikenal sebagai seorang seniman Kentrung di Lamongan.

“Awalnya malah gak ngerti teater blas,” Kata Bang Acil di taman UKM Teater Hampa beberapa waktu lalu. “Kae lo, miluo kumpul arek-arek,” lanjutnya menirukan sang ayah. Saat itu sebuah Diklat tengah diselenggarakan oleh Teater Mata.

Sejak saat itu ia kemudian aktif terlibat dalam proses berteater. Pada 2007 ia terpilih sebagai ketua. Kiprahnya dimulai dari sana. Syamsul Hadi, kawannya berproses di Teater Mata yang saya hubungi via WhatsApp menuturkan, “Selama jadi ketua dia berkeinginan membawa teater yang ada di kawasan pondok pesantren dikenal di Pantura, bahkan di Jawa Timur. Pada tahun 2008 Teater Mata ikut festival teater pelajar di UIN Sunan Ampel Surabaya dan berhasil masuk 5 surat kabar nasional.”

Bahkan setelah ia lulus dan melanjutkan studi di Malang, Acil dan beberapa kawannya membentuk komunitas Teater Alis Mata, sebuah komunitas yang menghimpun alumni Teater Mata. Mereka kerap membuat kegiatan Baksos dan manggung bareng dalam komunitas itu.

Saat hijrah ke Malang Acil masuk dalam Teater Hampa Indonesia Universitas Negeri Malang. Acil terpilih menjadi ketua pada 2010. Acil dikenal sebagai sosok yang low profile. Sedikit bicara banyak bekerja. Aik Vella, ketua Teater Hampa sesudah Acil menyebutnya, “Suka tetulung.”

Prosesnya dalam berkesenian menunjukkan progres yang terus naik. Mulai dari menjadi ketua Teater Mata (2007), ketua Teater Hampa (2010). kemudian selepas itu pada 25 January 2013, bersama kawan-kawannya Acil mendirikan Bunker 201. Mereka menyebutnya Back Stage Family. Sebuah wadah kreatif anak-anak yang mau belajar dan menggeluti dunia artistik panggung. Dalam deskripsi organisasi mereka, Bunker 201 merupakan organisasi yang secara khusus membaktikan dirinya dalam seni teater, tari, rupa, dan musik. Organisasi kreatif ini memiliki atensi khusus pada bidang artistik baik tata cahaya, tata suara, dan tata ruang. Tak terhitung berapa pertunjukan dan event-event kesenian yang melibatkannya sebagai punggawa artistik.

Ketika ditanya tentang berdirinya bunker 201, Dekha, sahabat dekat Acil dalam berproses, mengatakan“Gak sengaja ngalir gitu aja, juga [untuk] mewadahi teman-teman yang punya kemampuan dan keahlian arts pada waktu itu untuk menyalurkannya di “tempat” yang lain untuk berproses.”

Dekha kini lebih banyak bekerja untuk event-event konser musik di luar negeri. Ketika di hubungi, ia sedang berada di Swiss. Ia tak bisa menghadiri pernikahan sahabatnya itu. Dekha mengungkapkan bahwa karir Acil terbilang bagus dengan grafik pencapaian yang terus menanjak. “Menurutku wes wayahe keluar dari zona nyaman, dan selama iki alhamdulillah wes lumayan jam terbange. Mulai ikut tour sampek ke bali dan beberapa daerah yang lain.”

Acil memberikan kesan yang dalam bagi orang-orang di sekitarnya. Ketekunannya dalam menggeluti kesenian maupun prinsip-prinsipnya dalam hidup menjadikannya sosok yang bijak di mata banyak orang. “Sebagai pribadi yang gak tegaan sampek bisa-bisa terkadang dimanfaatno orang baik secara langsung dan tidak langsung. Akeh sabare. Tapi kadang, saking kesabaren maleh gemes aku. hahaha.” Dekha melanjutkan.

“Sebagai seniman patut diperhitungkan dengan kemampuan dan keahlian yang didapat secara otodidak sebagai 'tukang lampu' di dunia perteateran yang juga merambah dunia entertain secara meluas dan suka eksplor tata cahaya dan panggung mengikuti trend.” Pungkasnya.

Pendapat yang tak jauh berbeda disampaikan Dion. Bagi Dion Yang juga berproses bersama di bunker 201, Acil adalah sosok yang manusiawi. “Entah sebagai manusia ataupun seniman. Manusiawi iku ya melakukan kehidupan sebagaimana mestie. Sholat ya sholat. Marah ya marah. Sabar ya sabar. Ya opo ya. Gak lebai.”

Dan setelah sekian lama Acil lebih banyak bergelut dalam dunia kesenian bersama sahabat-sahabatnya akhirnya kini ia memantapkan hati untuk berumah tangga. Bagi beberapa orang kabar ini mungkin mengagetkan. Karena selama ini Acil memang tak pernah memperlihatkan kedekatan hubungannya dengan perempuan.

“Siapa yang bayangkan ia akan menikah? Sedang banyak jam, menit, dan detiknya disita oleh rengekan adik, kakak, dan lainnya. Ternyata ia memang manusia biasa dan pasti ingin terus jadi manusia biasa bersama pasangannya. Tapi jangan salah, hatinya perlahan merengkuh kilau permata, yang tak semua orang biasa bisa capai. Lebih.” Pertanyaan sekaligus pernyataan unik dari Aik tersebut sedikit banyak menggambarkan persepsi kita mengenai hal itu.

Aik menutup pernyataannya dengan kalimat yang bisa kita amini bersama, “Kang Acil, selamat berbahagia. Kami merayakan kalian. Tuhan memberkati.”

Acil pertama kali bertemu dengan perempuan yang memikat hatinya itu pada 2010. “Jadi pertama ketemu pas ada acara Forkom (Forum Komunikasi), kemudian beberapa minggu berikutnya sering pinjem geber untuk acara teater, konser, dan non-teater. Lama-lama baru sadar kalau kita tergabung di satu forum.” Terang Purnama Sari.

Hubungan yang mereka jalin terbilang unik. Tidak ada acara nembak layaknya hubungan yang jamak dilakukan anak muda. Keduanya memendam perasaan yang sama. Hanya tiba-tiba mereka saling perhatian satu sama lain. Saling berkomentar atas penampilan mereka.

“Komplain yang soal jenis shampo kok membuat rambutmu lebih kusut dari hari kemarin. Lantas pertanyaan yang sering dilontarkan adalah, ‘kamu sudah makan?’” kenang Sari. Saya benar-benar tertawa membaca jawaban Sari atas pertanyaan-pertanyaan yang saya kirimkan via Whats App.

Komunikasi mereka pun putus nyambung. Komunikasi intensif mereka pertahun hanya pada dua momen, idul Fitri dan Ulang Tahun. Selebihnya komunikasi merka hanya saat salah satu dari mereka ada yang membutuhkan bantuan. Dan Sari memang kerap meminta bantuan Acil berkaitan dengan pekerjaannya dulu sebagai pembina ekstra kurikuler jurnalistik. Seperti membuat desain Name Tag, Mading 3G, dsb.

Tahun 2015 Acil melaksanakan ibadah haji. Ia meminta petunjuk perihal gadis yg sedang dekat dengannya. Namun, Allah berkehendak lain. Ia dan sang gadis tidak berjodoh.

Kemudian beberapa bulan kemudian Sari datang untuk minta tolong Acil untuk membuatkannya cover majalah Basisco. Dalam proses penggarapan majalah itulah, Acil merasa mendapat jawaban. Baru kemudian Acil memantapkan perasaanya pada Sari.

Sari melihat perubahan sikap pada Acil. Mulai ada inisiatif membicarakan hubungan mereka. “Baru saling mengungkapkan kalau rasa sepertinya tidak bisa hanya diwujudkan dalam bentuk diam dipendam dan senyum-senyum saja dari jauh. Kalau diwujudkan, resikonya apa? Baru dibicarakan berdua.” Sari Menjelaskan.

Idul Fitri tahun 2018 Acil datang ke rumah Sari untuk berkenalan dengan Ibunya. Awal Agustus 2018 Acil mengajak Sari ke rumahnya di Lamongan. Pertengahan Agustus orangtua Acil datang ke rumah Sari untuk melamar dengan membawa tanggal pernikahan. Ibu Sari setuju dan jadilah mereka menikah.

Ketika saya tanya apa yang menyebalkan dari Acil, Sari hanya memberikan satu jawaban,” Hobi bilang tidak.” Padahal akhirnya juga dikerjakan.

Tapi ketika saya tanya apa yang membuat Sari menyukai Acil? Ia menjawab dengan panjang lebar.

“Dia simpel. Ndak cerewet. Mengizinkan saya jadi diri sendiri. Marah, ngambek, ketawa, nangis, diizinkan asal alasanya logis. Dan cara berfikirnya luas. Kalau diajak ngobrol kayak orang tidak peduli. Tapi besok solusi muncul.

[Dia] Minim kata. Jadi saya bisa banyak ngomong sesuka [saya] dan cerita, meski tampaknya dia acuh aja dengan cerita itu. Dan tidak pernah membuang satupun barang yang ada hubunganya dengan kita. Cukup menghargai moment yang setahun cuman dua kali aja.

Selebihnya, Karena dia tidak akan menyentuh meskipun punya rasa. Jadi merasa dia bisa jaga diri, berati saya juga akan dijaga.”

Dan baru kali ini ketika saya melakukan wawancara justru saya ditanya balik. Silakan baca wawancara lengkap saya dengan Sari di blog pribadi saya.

“Kenal dengan sangat baik kalian berdua. ini Mas Bendrat sudah ikhlas belum Bang Acil-nya menikah?” tanya Sari.

Piye ya, Mbak. Abot asline. Misal kok aku cewek mungkin wes klepek-klepek. Ahahahaha. Bahagialah Mbak. Ikut bahagia. Tapi kalo inget bang Acil itu akhirnya inget juga kalau kita mesti harus bisa bersikap wajar, tidak berlebihan.” jawab saya.

“Mas Acil bukanlah [hanya] milikku, Mas, ketika ia menikahiku. Ia tetap milik kalian semua kok. Pada akhirnya juga saya akan membiarkan ia terbang lebih tinggi lagi mengejar yang ia yakini benar. Ia tidak akan berubah buruk atau kuubah jadi mauku. Itu tidaklah penting. Ia hanya akan tetap menjadi dirinya yang dicintai semua orang. Tetap milik umat. Tidak perlu khawatir. Hanya sekarang Mas Acil harus pandai-pandai membagi waktu secara adil dengan saya, keluarga besar, kalian, dan cita-citanya.” Tanggapan Sari benar-benar membuat saya salut.

Selamat atas pernikahan kalian. Sekali lagi, saya kutip pernyataan Aik yang saya jadikan judul tulisan ini, “Kang Acil, selamat berbahagia. Kami merayakan kalian. Tuhan memberkati.”

You Might Also Like

0 comments